Jumat, 31 Mei 2013

Sejarah Universitas Jember

Cikal bakal Universitas Jember berasal dari gagasan dr. R. Achmad bersama-sama dengan R. Th. Soengedi dan R. M. Soerachman yang bercita-cita mendirikan perguruan tinggi di Jember. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut pada tanggal 1 April 1957, ketiganya membentuk panitia yang diberi nama Panitia Triumviraat dengan komposisi Ketua dr. R. Achmad; Penulis R. Th. Soengedi, dan Bendahara R. M. Soerachman.
Selanjutnya Panitia Triumviraat ini pada tanggal 5 Oktober 1957 membentuk yayasan dengan nama Yayasan Universitas Tawang Alun (disahkan dengan Akta Notaris tanggal 8 Maret 1958 Nomor 13 di Jember). Yayasan Universitas Tawang Alun inilah yang kemudian mendirikan universitas swasta di Jember dengan nama Universitas Tawang Alun yang kemudian disingkat UNITA. Dalam perjalanannya, ketiga tokoh tersebut mendapatkan dukungan penuh Bupati Jember saat itu, R. Soedjarwo.
Pada tahun 1959 tepatnya pada tanggal 26 Januari 1959, R. Soedjarwo diangkat sebagai Ketua Yayasan Unita. Secara kebetulan, pada periode 1957 sampai dengan 1964, R. Soedjarwo juga menjabat sebagai Ketua DPRD Swatantra. Boleh dikata, sebagai Bupati Jember waktu itu, R. Soedjarwo mempunyai perhatian cukup besar terhadap pembangunan pendidikan di Kabupaten Jember. Mengingat bahwa anggaran pemerintah saat itu masih sangat terbatas. Maka, untuk menunjang bidang pendidikan, R. Soedjarwo bersama tokoh-tokoh masyarakat kemudian mendirikan Yayasan Pendidikan Kabupaten Jember (YPKD) dengan menggali dana dari masyarakat untuk menunjang dunia pendidikan. Salah satu cara yang unik dalam mengumpulkan dana, R. Soedjarwo minta sumbangan dari masyarakat Kabupaten Jember berupa buah kelapa dan botol kosong untuk dijual. Selanjutnya dananya dipergunakan untuk membantu Unita dan sekolah-sekolah yang lain.(1) Untuk membesarkan Unita, R. Soedjarwo kemudian membantu mendirikan gedung kampus Unita yang ada di jalan PB Sudirman seluas 656 meter persegi. Gedung tersebut dibangun di atas tanah seluas 2.160 meter persegi dengan biaya pembangunan sebesar Rp 23.243,66. Dana tersebut bersumber dari dana YPKD. Sejak tahun 1960, Unita semakin berkembang. Jumlah fakultas, satu demi satu bertambah. Meliputi, Fakultas Sosial Politik, Fakultas Kedokteran, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan dan Fakultas Pertanian. Seiring perjalanan waktu, untuk menambah prasarana kampus, Unita mengundang USAID untuk mendapatkan sumbangan berupa alat laboratorium dan buku-buku.(1)
Kampus Universitas Jember di Tegal Boto, sebenarnya sudah diimpikan R. Soedjarwo. Saat itu tahun 1960, Tegal Boto masih berupa daerah terpencil bagaikan “pulau mati” dan tidak bisa dijangkau transportasi darat. Untuk membuka daerah tersebut, R. Soedjarwo mulai membangun jembatan di jalan PB Sudirman arah ke Jalan Mastrip pada 1961. “Jembatan tersebut baru selesai tahun 1976 dan hingga kini dikenal sebagai jembatan Jarwo. Pada awal 1961 Yayasan Unita mulai merintis upaya agar Unita bisa berstatus negeri. Untuk itu, R. Soedjarwo mengadakan koordinasi dengan segenap pengurus yayasan, pengurus Unita, tokoh-tokoh daerah, termasuk anggota DPRD. Sidang DPRD pada 19 April 1961 akhirnya menghasilkan keputusan menetapkan resolusi. Resolusi tersebut isinya menyangkut beberapa hal. Pertama, tentang memperkuat ide pembukaan Fakultas Kedokteran, kedua mengirim delegasi yang terdiri dari Ketua DPRD menghadap Pemerintah Pusat, dan ketiga Universitas Tawang Alun agar diakui sebagai Universitas Negeri. Langkah selanjutnya, Yayasan Unita mengirim beberapa delegasi untuk menghadap Menteri PTIP waktu itu dipegang Prof Mr Iwa Kusumasumantri. Hasilnya memberikan harapan baru, pemerintah akan menegerikan Unita bersama-sama dengan Unibraw pada 20 Mei 1962. (1)
Untuk menyongsong rencana tersebut, Yayasan Unita kemudian mengirim kembali delegasinya pada 14-24 Maret 1962. Namun di luar dugaan, telah terjadi pergantian Menteri PTIP, yaitu Prof Dr Ir Thoyib Hadiwidjaja yang mempunyai kebijakan baru bahwa tidak membenarkan penegerian dua universitas dalam satu provinsi secara bersamaan. Akibat penundaan penegerian Unita tersebut, Unita akhirnya diintegrasikan ke Universitas Brawidjaya Malang berdasarkan SK Menteri PTIP No1, tertanggal 5 Januari 1963. Hal ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat Jember dan mahasiswa Unita khususnya. Melihat hambatan tersebut R. Soedjarwo terus berusaha dengan mengirim delegasi ke Jakarta hingga mendapat dukungan dari DPRD untuk mendesak pemerintah pusat untuk menegerikan Unita menjadi universitas negeri secepatnya. Jerih payah R. Soedjarwo dengan dibantu pihak-pihak terkait, akhirnya membuahkan hasil dengan terbitnya SK Menteri PTIP No 153 tahun 1964 tertanggal 9 November 1964 tentang Didirikannya Sebuah Universitas Negeri Jember. (1)
Pada awal berdirinya pada tahun 1964, Universitas Negeri Djember yang disingkat UNED, memiliki lima fakultas, terdiri dari Fakultas Hukum di Jember, dengan cabangnya di Banyuwangi, Fakultas Sosial dan Politik dan Fakultas Pertanian di Jember, Fakultas Ekonomi dan Fakultas Sastra di Banyuwangi. Dengan rektor pertama dijabat oleh dr. R. Achmad.
Kepemimpinan dr. R. Achmad dilanjutkan oleh Letkol Soedi Harjohoedojo (1967-1969), Letkol Soetardjo, SH (1969-1978) dan Kolonel Drs. H.R. Warsito (1978-1986). Baru semenjak tahun 1986, rektor Universitas Jember dijabat oleh sivitas akademika-nya sendiri, yakni oleh Prof. Dr. Simanhadi Widyaprakosa (1986-1995), Prof. Dr. Kabul Santoso, M.S. (1995-2003), Dr. Ir. T. Sutikto, M.Sc. (2003-2012), dan Moch. Hasan, M. Sc., Ph.D (2012 - sampai kini).

Sejarah dan Perkembangan Ilmu Hubungan Internasional

Ilmu Hubungan Internasional adalah disiplin yang relatif baru, namun substansi yang ada dalam Ilmu Hubungan Internasional sudah ada sejak lama. Kerangka awal substansi Ilmu Hubungan Internasional merupakan hasil pemikiran para filsuf, seperti Emmanuel Kant, Thucydides, & Morganthau. Ilmu Hubungan Internasional awalnya terlahir sebagai ‘art’, yakni sebuah kajian terhadap fenomena interaksi sejak pertama kali munculnya kehidupan manusia. Sehingga, Ilmu Hubungan Internasional pada awal kelahirannya belum berbentuk sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan sempurna. Contohnya, kemunculan teknik diplomasi & perang dalam kehidupan aktor-aktor terdahulu lama sebelum munculnya negara yang sah. Perang yang menimbulkan korban, kerusakan, kehancuran, dan kerugian yang tidak sedikit, membuat para negarawan mencari sebuah solusi dari persoalan ini. Terlihat bahwa filosofi pemikiran Ilmu Hubungan Internasional telah ada sejak awal perkembangan sejarah kehidupan manusia.
              Ilmu Hubungan Internasional terus berkembang karena banyak ilmu berperan menyumbangkan ilmunya bagi perkembangan Ilmu Hubungan Internasional. Ilmu-ilmu yang berperan terhadap perkembangan Ilmu Hubungan Internasional adalah Diplomatic History, Military Science, Colonial Government, Practical of Foreign Relation, International Law, Organization, Trade and Politics. Meskipun Ilmu Hubungan Internasional terkesan sebagai anak cabang & sangat terpengaruh dari disiplin ilmu sosial yang lain, Ilmu Hubungan Internasional mempunyai cara & hukumnya sendiri untuk memodifikasi disiplin ilmu sosial lainnya, supaya Ilmu Hubungan Internasional menjadi sebuah disiplin ilmu yang mandiri. Pola modifikasi seperti ini sering disebut synthesis pattern, sebuah pattern yang mengkaji berdasarkan banyak disiplin ilmu sosial lainnya yang sudah lama ada.
              Dalam perkembangan sejarah Ilmu Hubungan Internasional sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri, ada dua sumber sejarah yang menjadi arah, yaitu bersumber pada perkembangan di Amerika Serikat dan Inggris Raya. Di Amerika Serikat, segalanya berawal dari macam-macam gerakan perubahan yang dilakukan Amerika Serikat setelah Perang Dunia II, misalnya pemberian Marshall Plan & pendirian PBB. Akibat untuk para penganut sumber dari Amerika Serikat adalah munculnya paradigma bahwa Ilmu Hubungan Internasional masih merupakan anak cabang dari Ilmu Politik. Sedangkan di Inggris Raya, yang dianggap sebagai sumber sejarah tertua, segalanya bermula dari lahirnya Department of International Relation di University College of Wales, yang merupakan reaksi repreventif dari Perang Dunia I. Sehingga, semua persoalan global yang ada bisa teratasi karena keberadaan Ilmu Hubungan Internasional sebagai ‘science’.
              Ilmu Hubungan Internasional penting untuk dipelajari, karena merupakan sebuah disiplin ilmu pencegah sekaligus penyelesai perang dan konflik, sehingga tercipta perdamaian dunia. Ilmu Hubungan Internasional juga merupakan sebuah disiplin ilmu yang mampu mengakomodasi kerjasama diantara aktor-aktor Hubungan Internasional. Selain itu, Ilmu Hubungan Internasional juga merupakan motor penggerak aksi bersama dalam langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengatasi persoalan global yang kian kompleks.

HI as a science lahir pertama kali di University ,Wales pada tahun 1872. Pada saat itu para praktisi ilmu hubungan internasional mempelajari tentang adanya Perang Dunia I. dimana perang tersebut menyengsarakan masyarakat dunia khususnya Eropa. Dari kajian fenomena tersebut para praktisi menginginkan bagaimana caranya agar perdamaian di dunia ini dapat terwujud dan tidak akan terulang perang-perang lainnya. Presiden Woodrow Wilson lah yang merupakan founder dari ilmu Hubungan Internasional yang ingin mewujudkan tatanan dunia yang damai. Presiden Woodrow Wilson menginginkan Hubungan Internasional yang ada di dunia diatur oleh hukum internasional dan akhirnya dibentuklah LBB.
Akan tetapi LBB tidak bisa bertahan lama dikarenakan LBB dinilai tidak bisa mengakomodasi keinginan semua pihak. Dengan jatuhnya LBB maka pandangan terhadap paham liberalism pun terkikis dan mulai muncul paham baru yaitu realis. Munculnya negara-negara fasis menyebabkan teori akan paham realis terbukti kebenarannya ditambah lagi pecahnya perang dunia II seperti yang ditakutkan oleh kaum liberal menyebabkan paham liberal “terkalahkan” oleh paham realis.
Setelah perang dunia II munculah perdebatan baru yaitu perdebatan tentang metode. Metode tradisionalis dan metode behavioralis. Metode tradionalis menekankan terhadap nilai-nilai serta norma, sejarah, dan lain lain. Sedangkan metode behavioralis lebih menekankan terhadap hipotesis, klasifikasi, generalisasi, dan lain lain yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Setelah berakhinya perang dunia II perkembangan Ilmu Hubungan Internasional sangatlah cepat. Pada awalnya  Ilmu Hubungan Internasional hanya mengupas masalah politik dunia saat ini Ilmu Hubungan Internasional sudah menjadi disiplin ilmu interdisipliner yang berarti tidak hanya mempelajari Ilmu Politik tetapi juga disiplin ilmu lain. Salah satu alasan munculnya disiplin Hubuingan Internasional adalah adanya kesulitan dalam menghadapi sesuatu. Dalam hal ini yang dimnaksud adalah ketika sebuah konflik muncul maka akan muncul kesulitan untuk mengatasi masalah tersebut sehingga diperlukan teori-teori yang bisa memberikan solusi untuk konflik tersebut.
Perubahan dasar yang terdapat dalam Ilmu Hubungan Internasional berdampak besar terutama pada Hubungan Internasional. Bisa kita rasakan perubahan yang sangat terlihat yaitu pada system pembelajaran Ilmu Hubungan Internasional. Salah satu universitas yang merasakan perubahan secara global tersebut adalah Universitas Airlangga. Sebelumnya Ilmu Hubungan Internasional berada dibawah naungan jurusan Ilmu Politik. Ilmu Hubungan Internasional resmi menjadi salah satu jurusan di fakultas sejak tahun 2004. Dalam studi tersebut Ilmu Hubungan Internasional tidak hanya mengkaji konsep dasar dan kerangka umum  International Relations tetapi juga mengkaji tentang komunikasi, negosiasi, dan managerial global. Dengan menjadi global analyst, global negotiator, global communicator, dan global managerial maka terbentuklah seorang global strategist.
Jadi pada intinya International Relation as an art memliki pengaruh yang besar terhadap International Relation as a science dan seiring dengan berjalannya waktu, fenomena yang terjadi selama perang dunia II hingga akhir perang dingin sangat berpengaruh dalam perkembangan Ilmu Hubungan Internasional. International Relation is still under developed  ( Wardhani, 2012) pada dasarnya sampai saat ini hubungan internasional memiliki dinamika perkembangan yang sangat cepat meskipun hubungan internasional sebagai disiplin ilmu masih dalam masa pembangunan.



Referensi :
Dugis, Vinsensio, 2012. Esensi Hubungan Internasional, Departemen Hubungan Internasional, Universitas Airlangga. 17 September 2012
Jackson, R., & Sorensen, G. (1999) Introduction to International Relations, Oxford University Press